KENAPA

Kenapa kau miskin?
Aku tak tahu
Kenapa aku kaya?
Aku tidak tahu
Mungkin Tuhan bingung
Kalau semua kaya
Siapa yang jadi tukang kebun?
Kalau semua miskin
Siapa yang punya rumah megah?

       Rumah megah tidak dibawa
       Miskin hanya keadaan
       Dunia hanyalah ladang
       Jika kau bersyukur
       Akan Aku tambahkan
       Jikalau kau kufur
       Azap yang kan kau trima

Jangan sombong jika kau kaya
Tanyakan untuk apa
Kau punya kaya
Pantang sakit hati bila miskin
Kau isi dengan apa
Hari-harimu ini
Apa kita berguna tuk orang lain?
read more “ ”

Membantu Remaja Membangun Pertahanan Diri

0 komentar Senin, 02 November 2009
Seperti Masuk Surga
Di kisah-kisah keagamaan sering kita dengar cerita mengenai betapa misteriusnya jalan seseorang menuju surga atau neraka itu. Misalnya diceritakan seorang yang sangat nakal pada waktu mudanya, tetapi kemudian punya komitmen untuk bertobat. Belum juga menjalankan tobatnya, namun ajal sudah menjemputnya. Setelah dikalkulasi, ternyata hatinya sudah lebih condong pada pertobatan. Masuklah ia ke surga dengan komitmen itu.
Begitu juga jalan ke neraka. Misalnya dikisahkan ada orang yang sangat taat beribadah. Saking seriusnya beribadah, sampai-sampai ibunya yang janda dan sudah tua tak didengar panggilannya. Setiap kali ibunya memanggil, lelaki ini sedang konsentrai ibadah. Berkali-kali memanggil namun tak dijawab, kesallah sang ibu. Ibunya ini kemudian menyebut si anak sebagai anak durhaka. Masuklah lelaki itu ke neraka atas kedurhakaannya. Dan masih banyak cerita lain yang serupa. Cerita-cerita itu hampir seluruhnya tak bisa diverifikasi kapan terjadinya dan dilakukan oleh siapa. Umumnya, cerita itu dikisahkan untuk diambil pelajarannya. Apa pelajarannya? Pelajarannya adalah, jalan ke surga itu memang hanya bisa ditempuh dengan berbuat baik, tetapi jangan sampai kita terlalu sombong dengan kebaikan kita, sebab kebaikan kita itu masih belum cukup untuk masuk surga. Modal untuk masuk surga adalah kebajikan kita dan kebaikan Tuhan (rahmat) atau faktor X. Ini supaya tidak sombong dan tidak pula terlalu mengandalkan kebaikan Tuhan.
Kalau saya mengingat ungkapan orangtua remaja mengenai masa depan anaknya, cerita di atas sangat pas dijadikan pelajaran. Dengan semakin dahsyatnya ancaman narkoba dan narkotika yang mengincar remaja, maka orangtua manapun tak boleh sombong atau terlalu pede akan keselamatan anaknya sehingga cenderung mengabaikan. Atau juga terlalu pesimis sehingga mengandalkan kebaikan Tuhan. Data Depkes (2003) menyebutkan, 70% pengguna narkoba adalah remaja yang duduk di SMP, SMA, dan PT.
Kalau melihat laporan beberapa rumah sakit dan lembaga psikiater, sebab-sebab yang menjerumuskan remaja ke lembah hitam itupun sebagian besarnya di luar kontrol orangtua. Laporan menyebutkan, sebab-sebab itu antara lain: rasa ingin tahu, ajakan teman, pelarian masalah, ketidak-harmonisan keluarga, dan kuatnya jaringan pemasaran narkoba.
Meski tak boleh terlalu pede, tapi kita perlu sadar bahwa jalan menuju keselamatan adalah memberikan bekal sebaik mungkin melalui pengasuhan. Atau dengan kata lain, kita tidak boleh terlalu optimis atau terlalu pesimis yang berujung pada praktek kurang memperhatikan. Yang perlu digalakkan adalah optimisme membumi dimana kita menggunakan harapan itu untuk mengambil tindakan pencegahan dan penyelamatan dengan tetap meminta pertolongan kepada Tuhan.

Psikologi Remaja
Sejumlah pakar psikologi menyebutkan, karakteristik psikologis remaja itu antara lain pencarian identitas dan pencarian peranan. Atau, mereka ingin mengetahui jawaban dari pertanyaan yang selalu muncul mengenai, siapa aku ini sebenarnya, peranan apa yang pas untuk diriku, apa kelebihanku, siapa pendampingku untuk membesarkan anak-anak nanti, dan lain-lain.
Remaja yang bernasib baik, dalam arti mendapatkan bantuan yang memadai dari orangtua, entah dalam bentuk pendampingan mengungkap kelebihan, memberikan lingkungan yang mendukung, menegaskan peranan dengan pelibatan keputusan atau membekali nilai-nilai yang mengokohkan jiwanya, akan berpeluang lebih cepat menemukan identitas dan peranan.
Itulah sering kita temukan remaja yang tumbuh dari keluarga kurang berada, tapi sudah diberi penyadaran mengenai peranannya yang harus membantu orangtua atau menyekolahkan adik-adiknya, biasanya lebih cepat punya kesadaran peranan. Atau juga remaja dari kalangan berada yang sudah mendapatkan transformasi ideologi atau visi hidup dari orangtuanya. Menancapnya identitas-diri sangat membantu mereka melawan ancaman dan godaan.
Tapi memang dalam prakteknya pasti itu tidak mudah. Niat baik orangtua belum tentu dipersepsikan baik oleh mereka atau juga tidak semua orangtua mampu memahami ke-belum-stabilan mental, emosi, dan moralnya. Sehingga yang muncul adalah penghakiman, pertentangan, dan konflik. Itulah kenapa Erikson, seperti dikutip James W.Vander Zanden (1989), berkesimpulan, semua remaja rentan terhadap bahaya yang terkait dengan konsistensi moralnya, keharmonisan sosialnya atau kerapuhan identitasnya.
Biasanya, untuk remaja laki-laki, mereka mengekspresikan kebingungannya dalam bentuk perlawanan ke luar (outward rebellion), misalnya melawan orangtua, sekolah, atau lingkungan. Sedangkan untuk remaja perempuan lebih mengarahkan perlawanan ke dalam (inward), misalnya memendam depresi, menyendiri, atau acuh-tak-acuh.
Karakteristik lain adalah adanya paradok dimana mereka mempersepsikan diri sebagai jagoan (The Super Me) dan ingin dianggap seperti itu, tetapi karena kerapuhan identitasnya, mereka juga menampilkan apa yang disebut ”Extreme agree-disagree”, gampang ikut-ikutan atau gampang musuh-musuhan, termasuk terhadap orangtua.
Sekitar tahun 1999-an, saya mendapatkan tugas mendampingi remaja yang ayahnya sangat saya kagumi prestasinya. Lama-lama remaja ini tahu kalau saya adalah orang suruhan ayahnya. Kepada saya, dia bilang bahwa peperangan ini berawal ketika dia periksa handphone ayahnya yang tidak menyimpan namanya. Sementara, dia lihat di situ ada nomor dua kakaknya yang perempuan. Ceritanya, dia tersinggung berat atas kekhilafan ayahnya itu.

Pengasuhan Versus Hiburan
Kalau melihat bagaimana karakter dan kepribadian manusia itu terbentuk, ternyata yang paling dominan dibutuhkan remaja adalah pengasuhan, dalam arti ”human touch”. Khusus untuk remaja sampai pemuda (SMP-PT), bentuk pengasuhan yang paling mempengaruhi adalah:
· Menciptakan suasana rumah tangga yang jauh dari ketidakharmonisan
· Membantu mereka menemukan lingkungan sosial yang mendukung
· Membantu mereka dengan membiasakan pola tingkah laku positif
· Membantu mereka memahami / mempraktekkan nilai-nilai
· Membantu mereka menemukan figur / tokoh idola yang mendukung
· Membantu mereka menafsirkan pengalaman hidup secara positif
Ini berbeda ketika manusia itu masih bayi / anak-anak. Khusus untuk usia ini, manusia lebih mendominankan kedekatan dengan sang ibu, gizi, atau contoh dari orangtua. Tapi tidak berarti remaja sudah tidak membutuhkan itu semua. Gizi, kedekatan, atau contoh itu tetap dibutuhkan. Hanya saja, jangan sampai kita terus berkutat memperhatikan gizi dan hiburannya, sementara kita meluputkan perhatian pada suasana rumah tangga, figur, atau pemahaman nilai.
Terbukti, data polling mengungkap, kebanyakan orangtua saat berbicara dengan remajanya hanya mengangkat persoalan sepele, seperti cek-cok dia dengan saudara kandungnya, menu makanan, kebersihan kamar, atau yang semisalnya. Sementara, topik-topik krusial jarang dikemukakan, seperti bahaya seks bebas, narkoba, atau yang semisalnya. Kenapa?
Ini juga terkait dengan sejauhmana kerentanan mereka terhadap ancaman narkoba. Sangat mungkin remaja menjadi semakin rentan jika suasana rumahnya dipenuhi konflik atau ketidakharmonisan. Untuk melepaskan beban pikiran akibat memikirkan hubungan orangtuanya, dia lari ke sana atau tertangkap basah oleh pengedar. Melakukan sidak ke kamar mereka untuk mengetahui siapa yang diidolakan juga menjadi penting. Banyak orangtua yang memberi privasi berlebihan ke remaja sehingga tidak tahu figur idolanya dari kalangan mana. Sempat dia berkiblat pada kelompok yang sangat dekat dengan penyalahgunaan narkoba, bukan tidak mungkin dia akan mengembangkan imajinasi betapa indahnya narkoba itu.
Pemahaman nilai-nilai juga penting. Berbagai temuan mengungkap kian banyaknya remaja yang depresi karena nilai yang diserap adalah tontonan televisi yang mengangkat kemewahan hidup, sementara kondisi riil orangtuanya berbeda 200 derajat. Mereka sudah hafal feature hape canggih, mobil mewah atau kafe mahal, sementara orangtuanya tak sanggup membiayai obsesi itu. Akibatnya stress, depresi, atau delusi mental.

Apa yang Bisa Kita Lakukan?
Tujuan kita membantu mereka adalah agar bisa membangun pertahanan secara mandiri, seperti yang sudah kita bahas di bagian 2, bukan supaya selalu bergantung kepada kita. Agar tujuan itu tercapai, tentu dibutuhkan beberapa hal yang sangat mungkin kita lakukan. Ini misalnya antara lain:
1. Membantu mereka menyalurkan energi, inisiatif, dan motif dengan kegiatan positif, sesuai keadaan kita. Jiwa dan raga yang kosong adalah musuh mereka karena dari sinilah berbagai kenegatifan itu datang, misalnya hilangnya identitas dan kesadaran berperan (the nobody person)
2. Membuka kemudahan untuk berbagi atau berdiskusi dengan mengubah pendekatan menjadi semakin friendly. Ini akan mempercepat kesadaran mereka terhadap peranan siapa dirinya setelah sering berdialog dengan kita.
3. Membantu mereka menjajal idenya dengan memberi kesempatan, misalnya ingin berusaha, ingin mengikuti perlombaan atau apa saja supaya identitas dan peranannya muncul.
4. Membantu mereka dengan berdisiplin, terutama yang terkait langsung dengan kemampuan mengontrol-diri, misalnya beribadah, mengelola uang, atau tugas lain yang menyadarkan mereka akan akibat dari prilakunya.
5. Menyediakan informasi / pengetahuan mengenai bahaya dari berbagai perilaku negatif, misalnya narkoba, pergaulan bebas, dan lain-lain.
6. Sering mengangkat nilai-nilai kearifan hidup dalam perbincangan rumah tangga supaya mereka terbentengi dari pengaruh yang tidak kita inginkan, entah dari tontonan, pergaulan, atau apa saja.
7. Membantu mereka memperkuat perjuangan meraih cita-cita / impian dengan sekuat kemampuan kita dan menyiapkan berbagai jurus pendampingan ketika menghadapi kegagalan supaya langkahnya tetap positif.

Ada contoh baik dari para nabi soal ini. Para nabi itu meski sudah diangkat sebagai manusia pilihan, namun tetap berdoa untuk kebaikan anaknya di masa depan, tidak terlalu optimis atau tidak terlalu pesimis. Artinya, selain perlu menempuh cara-cara yang logis, perlu juga menemuh cara yang beyond logic, seperti mendoakan mereka, bersedekah, menghindarkan mereka dari harta yang haram, dan lain-lain. Agama mengingatkan, keringat itu menetes.

Memandang Sebagai Aset
Kondisi rumah tangga orangtua bisa berubah drastis suksesnya atau sebaliknya. Dilihat dari pengaruh, baik kesuksesan atau sebaliknya, sama-sama bisa menjadi pemicu keburukan bagi sebagian remaja, misalnya mendadak menjadi bos foya-foya atau berubah pergaulannya dan penampilannya atau mendadak menjadi frustasi, protes keadaan, protes Tuhan, dll, setelah melihat kondisi orangtuanya.
Ketika masih sama-sama remaja, ayah dari seorang teman ingin menjagokan lurah dengan resiko butuh biaya dan menjual tanah, sekaligus juga ada peluang di sana. Teman saya yang dilibatkan dalam pengambilan keputusan ini ternyata sangat lebih empatik ketika melihat ayahnya kalah dan sawahnya habis terjual. Tapi adiknya yang merasa tidak dilibatkan, lebih punya pandangan yang tidak bisa menerima realitas sampai kemudian muncul tanda-tanda frustasi.
Nah, sebagai pelajaran, barangkali akan ada baiknya kalau kita mulai melihat remaja sebagai aset yang punya pengaruh aktif terhadap berbagai keputusan penting keluarga. Jangan sampai keteledoran atau pun kesibukan kita, membuat mereka merasa terabaikan, atau malah terkena getahnya saja. Di dalam proses waktu berjalan, bisa-bisa mereka punya penafsiran sendiri yang tidak sinkron dengan keluarga, apalagi dengan realita. Berabe ‘kan? Semoga bermanfaat.

Sumber: Ubaydillah, AN (www.e-psikologi.com)
read more “Membantu Remaja Membangun Pertahanan Diri”

Cara-Cara Memelihara Persahabatan

1 komentar Selasa, 20 Oktober 2009
Cara-Cara Memelihara Persahabatan
Terbentuknya Persahabatan

Kita semua tentu punya alasan sendiri mengapa memilih untuk membangun persahabatan. Pada umumnya, hubungan itu timbul karena perasaan yang merasa ada keterikatan (attachment): senasib sepenanggungan, sevisi, seminat, dan seterusnya dan seterusnya. Atau ada juga yang karena saling-bergantungan (interdependence): membutuhkan bantuan, dukungan, dan lain-lain.
Dalam praktiknya, persahabatan itu kita bedakan dengan pertemanan. Perbedaan yang paling menonjol terletak pada intensitas keterlibatan emosi dan komitmen. Oleh karena itu, terkadang tidak cukup kita mengatakan ”friend” untuk menyebut seorang sahabat, tetapi masih kita tambah dengan kata sifat "close friend". Kalau mengacu ke teori hubungan antarpribadi menurut Verderber & Verderber (Hanna Djumhana Bastaman, M.Psi, 1996) persahabatan itu mungkin istilahnya adalah Deep Friendship. Berdasarkan skala intimasi dan komitmen yang muncul, hubungan antarpribadi itu dikelompokkan menjadi seperti berikut ini:
1. Aquintance Relationship (perkenalan biasa)
2. Friendship Relationship (pertemanan karena kesamaan minat, sifat, dan kepentingan).
3. Role Relationship (hubungan berdasarkan peranan atau kepentingan)
4. Deep Friendship or Intimate Relationships (Hubungan yang sudah melibatkan emosi dan komitmen)

Dari bukti-bukti di lapangan ditemukan bahwa persahabatan yang bagus itu punya banyak manfaat. Salah satunya adalah bisa mencegah hipertensi (Reardom, Interpersonal Communication: Where Minds Meet, 1987). Secara kesehatan dijelaskan bahwa hipertensi adalah tekanan darah atau denyut jantung yang lebih tinggi dari yang normal karena ada penyempitan pembuluh darah atau karena sebab lain. Bisa juga berguna untuk menurunkan dan mengurangi potensi stress atau depresi.
Misalnya saja Anda saat ini sedang belajar di lembaga pendidikan yang menerapkan disiplin tegas. Namanya disiplin, pasti maksudnya baik. Namun, dalam eksekusi di lapangannya, pasti juga ada kemungkinan munculnya penyimpangan prosedur oleh individu yang tak jarang menimbulkan tekanan, ketegangan, atau himpitan. Dengan memiliki cantolan klub, forum, atau kelompok yang tingkat persahabatannya bagus, itu akan bisa membuat kita lebih sabar dan terhibur.
Apabila melihat temuan Maslow, ternyata salah satu karakteristik self-actualized person itu adalah punya sahabat atau kenalan yang jumlahnya sedikit namun berbobot intimasi dan kualitasnya (Human Development, Vander Zender, 1989). Ini mungkin bisa kita tafsirkan bahwa mereka itu punya sahabat atau orang dekat. Tafsiran ini memang seringkali sinkron dengan realitas yang kerap kita temui di lapangan. Banyak 'kan kita mengenal sejumlah tokoh atau orang-orang tertentu yang berprestasi di bidangnya (di semua level) yang ternyata dulu mereka bersahabat dengan orang-orang tertentu dan persahabatan itu berlangsung sampai sekarang.
Bahkan, kata orang, Tuhan itu kalau mengangkat derajat seseorang jarang secara individu. Tuhan itu mengangkat derajat seseorang sekaligus dengan kelompoknya. Ini tentu refleksi personal yang subyektif. Tapi memang secara rasional, ungkapan itu ada rujukannya. Karena mereka yang bersahabat itu membangun kedekatan lahir dan batin, sudah barang tentu mereka punya mindset yang sama, kultur hidup yang sama, atau karakter yang sama. Logikanya, ketika orang sudah dibentuk oleh prinsip-prinsip yang sama, maka sangat mungkin mereka mendapatkan nasib yang sama.
”Isi pikiranmu membentuk tindakanmu, tindakanmu membentuk kebiasaanmu, kebiasaanmu membentuk karaktermu, karaktermu membentuk nasibmu.” (Aristotle)
Jadi, yang menyebabkan mereka punya kesamaan nasib, bukan kesamaan kelompoknya, melainkan kesamaan isi pikiran, tindaan, kebiasaan, dan karakter.

Kapan Kendor & Kapan Pecah

Dalam prakteknya, persahabatan itu bisa kendor dan bisa pula pecah. Secara umum, kendornya intimasi persahabatan itu mulai muncul ketika masing-masing atau salah seorangnya sudah punya kepentingan dan kebutuhan yang ditandai dengan berubahnya status. Misalnya saja dari mahasiswa ke pekerja atau dari bujangan ke ber-rumahtangga, dari orang biasa ke orang penting.
Kalau menurut ucapannya Sigmund Freud, orang dewasa itu isi pikirannya yang paling dominan hanya dua: to love and to work. Mereka berkonsentrasi pada keluarga (to love) dan kerjaannya (to work). Kohesi persahabatan yang terjadi pada kehidupan orang dewasa biasanya adalah lanjutan dari persahabatan sebelumnya atau karena kepentingan dan kondisi yang dirasakan sangat spesifik (benar-benar senasib).
Ini kerap terjadi pada tenaga kerja atau pelajar di luar negeri. Karena sama-sama senasib, sama-sama dari Indonesia, sama-sama punya kepentingan yang sama, dan merasakan keadaan yang relatif sama, maka persahabatan terbentuk. Tapi, menurut kebiasaan, persahabatan yang terbentuk ketika usia seseorang sudah banyak kepentingan, memang rasanya beda dengan ketika seseorang masih di usia remaja atau dewasa muda.
Nah, lalu kapan persahabatan akan terancam bubar? Masalah yang melatarbelakangi bubarnya persahabatan itu pasti bermacam-macam. Menurut Duck (1985), biasanya fase-fase bubarnya hubungan (disolusi) itu diawali dari proses di bawah ini:
1. Ketidakpuasan dari hubungan itu. Misalnya saja kita menerima perlakuan yang tidak fair, atau persahabatan yang ada tidak membuahkan hasil-hasil tertentu seperti yang semula dibayangkan. Misalnya saja persahabatan karena narkoba.
2. Upaya menarik diri. Kita sudah merasa tidak cocok lagi atau ada keinginan untuk menentang atau juga kita menarik diri. Bisa juga setelah kita menghitung untung-rugi, manfaat-keuntungan.
3. Mempraktekkan keputusan unuk menghindar atau menjauh

Bisa juga disolusi itu terjadi sesuai dengan urutan yang ditemukan Hawk Williams (The essence of managing group & teams, 1996) berikut ini:
1. Ada problem yang kita jumpai (menurut versi kita) pada dia
2. Kita membiarkan / tidak menunjukkan problem itu kepada orang yang kita anggap punya masalah dengan kita
3. Problem itu tetap muncul atau terus bertambah
4. Perasaan negatif terus menggunung/ mengakumulasi
5. Kita kehilangan perspektif tentang orang itu.

Dalam organisasi kepemudaan yang rata-rata kita lihat mereka bersahabat, urutan di atas kerap terjadi. Si A dipandang telah sering melakukan tindakan yang melanggar prinsip dasar organisasi. Karena bersahabat, mereka tidak langsung menegur atau mengingatkan secara terang-terangan. Si A sendiri tidak sensitif menangkap gelagat ketidaksetujuan para sahabatnya. Proses ini terus berlanjut dan masing-masing pihak menyimpan bara api ketidaksetujuan dan ketidakpedulian di dadanya. Hingga pada puncaknya, Si A dipecat dari organisasi itu. Jika Si A tidak terima, terjadilah upaya saling menjatuhkan dimana masing-masing orang kehilangan perspektif persahabatannya.
"Hindarilah bersahabat dengan orang yang membohongimu, hindarilah bersahabat dengan orang yang memanfaatkanmu, dan hindarilah bersahabat dengan orang menjerumuskanmu"
(Ali bin Abu Thalib)

Beberapa Cara Mempertahankan Persahabatan

Untuk persahabatan yang tengah kendor intimasinya karena ada perbedaan dan perubahan, hal-hal yang bisa kita lakukan adalah:

Pertama, menjaga ritme dan frekuensi hubungan. Jangan terlalu sering atau jangan sama sekali putus hubungan. Aturlah ritme dan frekuensinya. Kenapa? Jika Anda terlalu sering, padahal status dan peranan sahabat Anda itu sudah tidak seperti dulu lagi, akan lain tafsirannya. Tapi jika hubungan itu terputus sama sekali, ini juga tidak tepat.
Jika kebetulan nasib kita ternyata lebih di atas, akan lebih bagus kalau kita yang berinisiatif memulai memelihara persahabatan itu. Kalau memungkinkan dan itu dibutuhkan, yang perlu kita lakukan bukan semata 'say hello' atau sekedar bernostalgia, melainkan juga perlu merambah ke gagasan-gagasan pemberdayaan, entah untuk sahabat kita yang lain atau untuk orang lain.

Kedua, hormati privasinya. Dengan peranan dan status yang sudah tidak seperti dulu lagi, tentu sahabat kita ini memiliki aturan hidup yang baru, entah itu terkait dengan keluarganya atau pekerjaannya. Agar persahabatan tetap terjaga, yang perlu kita lakukan adalah menghormati privasinya. Bahkan juga tidak saja perlu menghormati dia semata, tetapi juga orang-orang penting di sekitarnya, misalnya saja suami-istri, atasan-bawahan, dan lain-lain.
Apabila kita berada di posisi yang sebaliknya (orang yang dicari), yang perlu kita hindari adalah curiga duluan kalau sahabat kita ini pasti membawa masalah atau mau minta bantuan, hanya memberi nasehat dengan cara merendahkan, hanya memamerkan kekayaan (unjuk-diri), atau memperlakukannya terlalu formal dan menunjukkan kesan terlalu menjaga wibawa.

Ketiga, hindari meminta bantuan dengan nada dan gaya menuntut (demanding) kecuali memang ada suasana psikologis yang mendukung dan itu tidak melibatkan orang lain selain sahabat Anda. Lebih-lebih, karena tuntutan kita tak terpenuhi, kita kemudian menyebarkan gosip tak sedap, misalnya sahabat kita ini sekarang orangnya sudah lain, makin sombong, angkuh, tak peduli, dan lain-lain. Akan lebih sip kalau kita menempuh cara-cara profesional yang tetap mengedepankan etika dan strategi.
Bila kita berada di posisi sebaliknya, hindari mengeluarkan pernyataan semacam tidak bisa, itu sulit, atau itu tidak mungkin dan semisalnya dengan nada untuk menutup berbagai kemungkinan. Kalau kita tidak bisa membantu langsung, kita bisa membantu secara tidak langsung. Kalau kita tidak bisa membantu keinginannya, kita bisa membantu kebutuhannya. Intinya, munculkan semangat untuk membantu.
Itu semua bisa kita lakukan ketika persahabatan kita dulu adalah persahabatan dalam hal-hal yang positif. Untuk persahabatan yang negatif, tinggalkanlah dengan cara yang baik. Misalnya dulu kita punya geng yang suka narkoba. Karena kita sudah tobat, kita perlu memutus hubungan dengan sahabat-sahabat yang masih terlibat. Tujuannya adalah agar kita tidak terlibat lagi.

Adapun untuk kita yang masih dalam tahap sedang asyik-asyiknya menjalani hidup dengan persahabatan, beberapa hal yang perlu kita ingat adalah:
1. Nikmatilah persahabatan yang ada tetapi jangan sampai menghilangkan diri Anda. Jadikan persahabatan saat ini sebagai lahan untuk aktualisasi-diri dengan bertukar pengalaman, pengetahuan, informasi, berbagi perasaan, dan lain-lain. Termasuk juga jangan sampai persahabatan ini merenggangkan hubungan dengan orang-orang inti: orangtua dan keluarga. Anda tetap bisa bersahabat tanpa harus memunculkan ketegangan dengan orangtua atau keluarga
2. Inisiatifkan untuk memunculkan gagasan-gagasan positif, entah itu yang berkaitan dengan akademik atau non-akademik. Sebagai acuan, buatlah learning group (kajian akademik, dst), problem solving group (bantuan sosial, dst), atau growth group (pengasahan bakat, dst). Ini sangat bermanfaat bagi kemajuan Anda di masa mendatang.
3. Jagalah jangan sampai punya kepentingan yang bertabrakan dengan kepentingan sahabat. Bila itu terjadi, buatlah kesepakatan sefair mungkin dengan melibatkan sahabat lain.
4. Hormatilah dan jangan "memanfaatkan". Misalnya kita bersahabat dengan si anu karena orangtuanya kaya, terpandang, atau ada agenda politis yang kita sembunyikan untuk memanfaatkan sahabat kita. Bersahabatlah karena kecocokan jiwa.
5. Mendukung dan membantu. Banyak orang yang bisa membantu sahabatnya ketika sedang kesusahan tetapi tidak bisa mendukung sahabatnya yang sedang meraih kemajuan. Lawanlah iri dengki di dada dengan cara mendukung dan membantu.
6. Kembangkan perspektif yang fair. Biarpun itu sahabatmu, jangan sampai kehilangan perspektif yang fair. Sebab, pasti ada yang positif dan pasti ada yang negatif. Temukan positifnya sebanyak mungkin.
7. Biasakan saling memberi nasehat dengan cara yang bersahabat, bukan dengan cara menilai, mengoreksi, lebih-lebih membicarakannya di belakang.

”Sahabatmu adalah orang yang sudah tahu banyak tentang dirimu dan tetap bersahabat denganmu.”

Disarikan dari:: Ubaydillah, AN (www.e-psikologi.com)
read more “Cara-Cara Memelihara Persahabatan”

Sejuta Backlink Gratis

0 komentar Jumat, 16 Oktober 2009
Mungkin sebagian besar Blogger sudah tau apa manfaat dari backlink,ini adalah salah satu Optimasi SEO offpage. Semakin banyak BackLink ke web atau Blog kamu maka akan semakin baik pulalah web kamu dimata GOOGLE. Ujung-ujungnya, web mu akan dibanjiri pengunjung karena keywordmu berada dihalaman pertama Google ( jika kamu bisa memilih Keyword yang bagus).
Selain itu, tentunya PAGERANK dari blogmu juga pastinya akan naik. Mau tahu Cara cepat update PageRank di Google? Makanya jangan pernah menganggap remeh penyebaran produk dengan pemasaran sistem Multi Level Marketing? Dan dalam postingan kali ini saya mau mencoba mengajak kamu semua untuk memanfaatkan kedahsyatan faktor kali dan kecepatan penyebaran ini dalam bentuk backlink.
Caranya gampang kok, Yang perlu kamu lakukan adalah meletakkan link-link berikut ini di blog atau artikel kamu
1.Ramalan Bisnis
2.Trick and tips blogger
3.Tips Fengshui
4.Blog Akupuntur
5.bugar sehat
6.Info Kesehatan
7.Pasangan
8.Tutorial Blogger
9. Sundagasik
10. Aryasise's Blog
Tapi ingat, sebelum kamu meletakkan link diatas, kamu harus menghapus peserta nomor 1 dari daftar. Sehingga semua peserta naik 1 level. Yang tadi nomor 2 jadi nomor 1, nomor 3 jadi 2, dst. Kemudian masukkan link kamu sendiri di bagian paling bawah (nomor 10).
(Ulangi lagi bacanya jika kamu belum mengerti) Jika tiap peserta mampu mengajak 5 orang saja, maka jumlah backlink yang akan didapat adalah:
Ketika posisi kamu 10, jumlah backlink = 1
Posisi 9, jml backlink = 5
Posisi 8, jml backlink = 25
Posisi 7, jml backlink = 125
Posisi 6, jml backlink = 625
Posisi 5, jml backlink = 3,125
Posisi 4, jml backlink = 15,625
Posisi 3, jml backlink = 78,125
Posisi 2, jml backlink = 390,625
Posisi 1, jml backlink = 1,953,125
Dan semuanya menggunakan kata kunci yang kamu inginkan. Dari sisi SEO kamu sudah mendapatkan 1,953,125 backlink dan efek sampingnya jika pengunjung web para downline kamu mengklik link itu, juga membuat blog kamu mendapatkan traffik tambahan.
Nah, silahkan copy paste artikel ini di halaman postinganmu, dan hilangkan peserta nomor 1 lalu tambahkan link blog/website kamu di posisi 10. Ingat, kamu harus mulai dari posisi 10 agar hasilnya maksimal. Karena jika kamu tiba2 di posisi 1, maka link kamu akan hilang begitu ada yang masuk ke posisi 10.
PS: Jika kamu curang, maka orang lainpun akan berbuat curang. Dan kita tidak akan dapat backlik apa-apa. Jadi, kita berpikir positif dan sederhana saja.Jangan Cuma dibaca. Cepat COPAS, dan LET'S DO IT GET 1.000.000 FREE BACKLINK GO... GO... GO... !!!!
Perhatian, untuk menjaga sportifitas dan tidak merugikan orang lain, tolong lakukan sesuai persedur. Ajak teman-temanmu sebanyak banyaknya untuk membuat Backlink ini.
Salam BackLINK dan tetap damai...

Sumber: Panduan Blogger Mania
Artikel ini dapat di baca juga di: Sundagasik
read more “Sejuta Backlink Gratis”

Ganti tulisan posting lama / home / baru /dengan ikon

0 komentar
Pada setiap akhir postingan pasti terdapat sebuah tulisan yang bertuliskan "posting lama",halaman awal",dan"posting baru",gunanya adalah untuk menuju ke postingan sebeelum artikel itu,halaman awal blog atau homepage,serta halaman posting paling baru.

Ada sedikit tips untuk membuat tulisan posting lama,posting baru,serta halaman awal dengan gambar atau ikon tertentu sesuai kesukaan anda,nah cara menggantinya dengan ikon gambar adalah sbb :

Photobucket Photobucket Photobucket

Mengganti tulisan "posting lama"

* Masuk ke blogger anda.
* Kemudian pada halaman dashboard klik tab Tata letak/layout
* Kemudian pilih tab "edit html"
* Beri tanda centang pada tulisan "expand template widget"
* Kemudian cari kode ,untuk pencarian supaya lebih mudah,silahkan klik tab edit kemudian find,atau ctrl+f
* Setelah ketemu kemudian ganti kode tersebut menjadi alamat url gambar,misal di Photobucket
* Kemudian save template


Mengganti tulisan "Halaman Awal / Home"

* Caranya seperti diatas namun untuk code html template yang harus di ubah adalah pada code
* Ubah code diatas sesuai alamat gambar url yang anda sukai,misal di Photobucket
* Save template


Mengganti tulisan "Posting baru"

* Caranya seperti diatas juga,namun code html template yang harus anda rubah terletak di
* Setelah ketemu ubah dan ganti menjadi alamat url gambar atau ikon yang anda sukai,misal Photobucket
* Save template.



Selesai lihat dulu blog anda,cara ini sedikit akan membuat kreativ blog anda dengan adanya ikon ikon yang anda kustomisasi sendiri.semoga bermanfaat.

Sumber: Panduan Blogger Mania
read more “Ganti tulisan posting lama / home / baru /dengan ikon”

Tuhan, Dimanakah Keadilan-Mu

1 komentar Rabu, 20 Mei 2009
Aku tidak tahu, mengapa semua jauh dari apa yang aku harapkan. Padahal orang bilang berakit-rakit ke hulu berenang-renang ke tepian (bersakit-sakit dahulu, keburu mati kemudian, kata Slank … ). Aku hidup sengsara sudah dari kecil. Sekolah SD berjalan kaki dan tidak pernah mengenal sepatu, bahkan ujian akhir aku harus bergabung dengan sekolahan lain yang jaraknya puluhan kilometer.

Apalagi setelah SMP, harus berjalan kaki sejauh 14 kilometer bolak-balik. Berangkat pagi dan pulang sore atau malam hari. Belum lagi rintangan yang harus aku selesaikan. Panas-kepanasan, hujan-kehujanan. Pada musim hujan, dengan perut lapar setiap hari aku harus sabar menunggu banjir surut karena terlalu besar sungai yang harus aku sebrangi, dan tak mungkin menyeberang tanpa pertolongan orang kampung sekitar.

Sewaktu SMA, aku juga harus kost di kota yang jauh dari orang tua. Sebulan sekali aku pulang mengambil bekal. Memanggul beras dengan berjalan kaki puluhan kilometer untuk bekal hidup di kostsan. Uang makan hanya cukup untuk makan minggu pertama saja, tiga minggu berikutnya aku harus makan dengan garam.

Setelah lulus, setahun kemudian aku kuliah dengan keterpaksaan. Aku bilang begitu karena orang tuaku membiayai aku dengan mati-matian. Aku dititipkan pada saudara yang kebetulan rumahnya dekat dengan kampus di mana aku kuliah. Dengan harapan dapat mengirit ongkos dan biaya hidup, namun kondisinya juga sangat memprihatinkan, anaknya banyak. Pernah sekali waktu aku pulang kuliah karena saking lapernya air kobokan aku minum. Aku sangka itu sayur yang tinggal kuahnya, sebab di meja makan tidak ada yang lain.

Kebanggaan seorang mahasiswa yang berpenampilan perlente atau tajir jauh dariku. Jangankan kemewahan alat transportasi seperti kebanggaan anak muda sekarang, sekedar pakaian buat kuliah saja aku harus meminjam pada kakakku dan buntut-buntutnya tidak aku kembalikan karena sudah rusak.

Lima tahun sudah aku jalani perkuliahan ini. Setelah lulus, apa yang aku dapat, kerja di perusahaan yang tidak pernah mau menghargai jerih payah karyawannya. Pernah sekali waktu aku ditawari menjadi cleaning servis. Apalagi perusahaan yang aku tempati sekarang ini. Sudah lima tahun lebih aku bekerja, tetapi gajiku sebagai gaji seorang karyawan baru, bahkan lebih kecil dari gaji karyawan yang paling baru.

Sebagai seorang pemuda, tentu suatu kebanggaan memiliki istri cantik dan pinter mengurus rumah, keturunan yang cakep-cakep dan pintar-pintar, serta mempunyai mertua yang sayang dan perhatian. Tetapi semua itu tidak pernah aku dapatkan. Yang lebih tidak pernah aku mengerti, mengapa aku tidak paham-paham dengan kondisi ini. Padahal kondisi ini sudah aku jalani sejak aku masih kecil. Benarkah semua itu karena hukum alam? Yang miskin tersingkir dan yang kaya berjaya.

Aku tidak tahu ….!!!!
Tolong produser film ”Laskar Pelangi”, buatkan film untukku! Aku yakin akan lebih seru ceritanya.
read more “Tuhan, Dimanakah Keadilan-Mu”

ENOL BESAR

1 komentar Rabu, 29 April 2009
Dengan nada panggilan … HP-ku bunyi. Aku tarik laci dan kubuka pesan yang ada di dalamnya. “Pak, anakmu marah-marah. Datang-datang melempar tas sekolahnya. Dia bilang PR yang ngajari Bapak semalem salah semua. Nilainya nol besar.” kata istriku dalam pesannya. Aku penasaran, “Masa iya sih. Perasaan semalem rumus yang aku terapkan benar.” Kataku dalam hati. Aku jadi ingin cepat-cepat pulang. Tapi tidak mungkin, sebab aku harus lembur sampai jam delapan. Berarti masih sekitar empat atau lima jam lagi.

Waktu terasa lama, mungkin karena aku kepikiran PR tersebut. Setelah jam delapan kurang lima menit, aku mulai merapikan kertas-kertas naskah LKS yang aku kerjakan. Tepat jam delapan aku keluar dari kantor. Sepuluh menit kemudian aku sampai di rumah. Anakku sudah menunggu di depan pintu sambil membawa buku PR-nya. “Ah Bapak … ngajari salah semua.” katanya. Aku tertawa. Buku langsung aku ambil dan aku lihat. Benar adanya, angka nol besar terpampang di situ dengan bulatan-bulatan kecil membentuk wajah manusia.

Aku duduk di lantai dan meminta dia untuk mengambilkan kertas dan pensil. Satu persatu kukerjakan lagi soal-soal itu. Dengan rumus yang berbeda-beda seperti pada contoh sebelumnya, aku hitung satu persatu. Semua jawaban benar. “Bu Guru ngajarinya bagaimana …?” tanyaku. “Ya … begitu.” kata dia. “Lha … kok salah, inikan sama caranya!” kataku. Oleh karena tidak ada jalan keluar, akhirnya aku putuskan untuk membawa ke kerjaan.

Paginya aku datang lebih awal di kantor, dengan harapan bertemu teman yang memang faknya matematika sebelum jam kerja. Aku tunggu dia di depan gerbang kantor di mana aku biasa nongkrong. Tidak lama kemudian dia datang. Belum sempat dia duduk langsung kusodorkan buku yang aku bawa. “Hitung-hitungan begini benar gak sih? Perasaan benar, kok ini disalahin?” kataku. Temanku mulai menghitung. “Ini benar semua Mas, memang kenapa?” tanya dia. Ahirnya aku ceritakan semua kejadian dari awal sampai akhir.

Di dalam kantor aku masih penasaran. Aku takut kalau jawaban bu guru itu memang benar. Sebab sebelum masuk tadi teman-temanku menyarankan agar aku menanyakan ke sekolah. Untuk menambah keyakinan, aku tanyakan juga pada temanku yang lain, baik yang jurusan matematika maupun yang nonmatematika. Setelah semua jawaban sama, siang itu juga jam istirahat aku pergi ke sekolah.

Jam dua belas lewat lima menit aku sampai di sekolah. Motor aku parkir di halaman depan kantor. Aku langsung menaiki tangga ke lantai dua di mana ruang kantor sekolah berada. “Selamat siang, Pak!” kataku waktu nongol di depan pintu. “Selamat siang. Mau bertemu siapa, Pak?” tanya seorang guru perempuan, atau mungkin tepatnya seorang TU. Sebab kulihat dia sedang sibuk menulis walaupun yang lain pada santai. “Bisa bertemu dengan guru wali kelas tiga?” kataku. “Oya, tunggu sebentar ya, Pak aku panggilkan. Silakan duduk dulu.”

Kulihat di sekelilingku. Beberapa guru sedang istirahat sambil menyandar di kursi, dengan sikap acuh. Tanpa disuruh aku duduk, kemudian mengambil koran untuk dibaca. Belum sempat aku membaca, nongol seorang guru perempuan diiringkan seorang perempuan yang tadi mau memanggil. “Ada apa, Pak?” tanya bu guru itu. “Ini, Bu mau nanya …” kataku sambil menyodorkan buku yang sudah aku persiapkan halamannya. Belum selesai aku ngomong, guru itu memotong. “Bisa kita ke kelas saja, Pak?” katanya. “Oh, bisa …” sahutku.

Tanpa ngomong yang lain bu guru itu memutar badan dan menuju ke kelas. Aku membuntuti dia di belakangnya. Setelah kami sampai di dalam kelas, “Anak-anak, sekarang tenang dulu ya. Bu guru lagi ada tamu, jangan berisik!” pesannya pada anak-anak. Setelah keadaan kelas agak tenang, bu guru itu memulai pembicaraan. “Ada apa, Pak?” katanya. Kusodorkan buku yang sudah terbuka halamannya itu ke atas meja. Kemudian kutarik kursi dan duduk di depan samping meja guru itu menghadap padanya. “Ini, Bu. Hitung-hitungan begini salahnya di mana kok nilainya nol?” tanyaku mulai ingin tahu.
Bu guru itu memperhatikan sebentar. Kemudian katanya, “Ini begini, Pak.” katanya mulai menerangkan. “Seumpamanya ada roti dua. Yang satu dibagi tiga, dan yang satu lagi dibagi empat. Kebagiannya gedean yang mana, Pak?” katanya mencoba untuk meyakinkan. “Gedean yang dibagi tiga, Bu.” jawabku. “La … iya, terus kenapa?” katanya. “Tapi kenapa ini tandanya menghadap ke yang lebih kecil?” jawabku. “Sepertiga kan lebih kecil dari seperempat” katanya. “Ya, enggak Bu. Sepertiga lebih besar dari seperempat. Berarti tandanya harus mengahadap ke sepertiga.” kataku. “Ya enggak!” sahutnya. “Terus kalau nulisnya begitu, kalimat matematikanya bagaimana? tanyaku. Dia diam tidak menjawab.

Dalam situasi begitu, dia belum juga mau mengakui kesalahannya. Aku coba kembali untuk menjelaskan dengan rumus yang lain. “Sekarang kita coba dengan rumus yang ada pada contoh ini, Bu. Kita kalikan secara silang. Sepertiga dikalikan seperempat. Satu kali empat sama dengan empat. Dan satu kali tiga sama dengan tiga. Empat dibanding tiga berarti gedean empat. Berarti tandanya menghadap ke empat.” kataku. “Ya enggak, menghadap ke tiga.” katanya. Berkata begitu namun dia tidak menjelaskan apa alasannya. Sepertinya memang belum paham arti tanda lebih besar dan lebih kecil, termasuk tanda sama dengan. Sebab jawaban yang menggunakan tanda sama dengan juga disalahkan.

Sebenarnya aku sudah capai, laper, kesel, dan pengen ketawa melihat guru ini. Namun sekali lagi aku mencoba untuk sabar dan memahamkan guru itu dengan rumus yang lain. “Sekarang kita gunakan rumus dengan menyamakan penyebutnya.” kataku. Kemudian aku berusaha menjelaskan dengan sejelas-jelasnya menggunakan rumus itu. Ini aku lakukan di papan tulis, layaknya seorang guru. Setelah ketemu jawabannya, dia tahu bahwa itu benar. Namun, sekali lagi dia salah menggunakan tanda lebih besar dan lebih kecilnya.

Oleh karena tidak ada titik temu, akhirnya aku tawarkan solusi untuk pergi ke kantor. Dengan harapan ada pihak ketiga yang bisa membantu. Namun bu guru itu tidak mau, dengan alasan yang tidak jelas. “Bagaimana kalau saya ke rumah Bapak?” katanya menawarkan jalan keluar. “Percuma, Bu sebab di sana tidak ada orang lain yang bisa membantu. Bukannya saya tidak boleh Ibu ke rumah.” kataku. “Bagaimana kalau besuk saya yang ke sini lagi? Mudah-mudahan teman saya ada yang mau menemani ke sini, sehingga dapat membantu.” kataku mencoba untuk mencegah guru itu ke rumah. “Boleh, saya tunggu.” kata guru itu.

Jam dinding sudah menunjukkan jam setengah satu. Aku segera minta pamit. “Maaf, Bu karena sudah siang saya harus kembali ke kantor. Insya Alloh besuk saya ke sini lagi.” kataku. “Oya, Pak silakan. Maaf ya, Pak kalau saya ada kesalahan?” “Nggak apa-apa, manusia memang tempat salah. Jadi wajar kalau ada kesalahan.” jawabku. Akhirnya aku salaman dan pulang.

Sampai di kantor, teman-teman nyamperin aku, pengen tahu bagaimana hasilnya. Aku ceritakan saja semua yang terjadi di sana. Teman-teman pada ketawa. “Bingung kali guru itu.” “Bukan, sebenarnya dia tahu kalau itu salah, cuma malu ngakuinya.” kata temen-temen. Dan masih banyak lagi komentar-komentar yang keluar dari mulut mereka. Setelah puas ngobrolin itu, kami pun kerja kembali.

Jam empat sore aku pulang kerja. Aku tidak ke mana-mana, dan tidak nongkrong dulu karena selain capai memang aku pengen buru-buru pulang dan istirahat. Baru saja aku masuk rumah, anak saya nyamperin dan menyodorkan sebuah amplop. “Amplop dari mana, Jay?” tanyaku. “Dari Bu guru.” jawabnya. Aku tertawa. Buru-buru amplop aku buka. Tepat dugaanku. Setelah aku baca, guru itu mengakui kesalahannya dan minta maaf. “Bu guru ngomong apa, Jay?” tanyaku kemudian. “Nggak, cuma suruh bawa PR-nya, mau dibenerin.” katanya. Pagi harinya, PR itu dibawa ke sekolah. Dan oleh guru itu kemudian yang salah di tip ex dan diganti nilainya.
read more “ENOL BESAR”