Hiperaktif

Anak ini memang terlalu aktif. Kalau boleh dibilang anak ini hiperaktif, di mana-mana gak bisa diam, selalu ada saja yang dilakukan. Setiap yang dia lakukan selalu bikin orang kesel. Seperti yang dilakukan pada waktu itu terhadapku. Mungkin sudah wajar anak seumuran dia (kurang lebih empat tahunan) ngeselin dan nggemesin. Namun dia sudah kelewat ngeselinnya.


Sebernanya kejadian ini sudah lama sekali, waktu aku masih kelas tiga SD. Waktu itu aku sedang belajar di dalam kelas. Seperti biasa anak ini selalu ikut ibunya mengajar di kelas saya karena di rumah dia tidak ada yang momong. Ayahnya kerja di kota dan mereka hanya tinggal berdua di rumah sewaan, sehingga selalu dibawa ibunya setiap mengajar.



Di dalam kelas anak ini tidak bisa diam selalu berlari ke sana kemari, naik meja dan lompat sani-sini. Kalau lagi kumat isengnya, ada saja yang dilakukan. Ngumpetin pensil, buang buku yang sedang dipakai, atau membawa lari tas keluar kelas dan mengeluarkan semua isinya. Kalau sudah begitu suasana kelas semakin ramai, belajar semakin tidak konsentrasi.


Waktu itu aku dan murid-murid yang lain sedang mendapat tugas membuat puisi di buku masing-masing. Saking seriusnya aku membuat puisi, tidak tahu tiba-tiba anak tersebut sudah nongkrong di depan muka saya.


"Sedang nulis apa mas?" tanya dia kepadaku. "Buat puisi," jawabku. "Kok ... nulisnya di buku?" Belum sempat aku menjawab pertanyaan dia, tiba-tiba hidungku digigit. Oleh karena sakit, sepontan saja aku berteriak dan aku pukul dia. Tidak tahu seberapa besar tenaga yang aku keluarkan, tapi yang jelas dia sampai jatuh terpelanting ke bawah meja. Anak itu tidak ada suaranya, mungkin sedang menahan sakit. Tapi tidak lama kemudian dia menjerit dan menangis sekeras-kerasnya.


Ibunya datang menolong dan memeriksa keadaan anaknya, kemudian membawanya keluar untuk mendiamkannya. Dia tidak bisa berbuat banyak, sebab sudah hafal memang anaknya nakal. "Sakit ....? Makanya jangan nakal. Lihat tu ... hidung masnya putus, ntar hidung kamu buat gantiin! Mau nggak hidungmu buat nggantiin?" Begitulah yang sempat aku dengar suara bu guru menasihati anaknya dari luar.


Aku sendiri di dalam kelas tidak bisa berbuat apa-apa. Hanya duduk sambil menangis menahan sakit. Sebentar-sebentar aku pegangi hidungku. Teman-teman yang lain datang mengerubutin aku, penasaran ingin tahu apa yang terjadi. Tidak lama kemudian Bapak Kepala Sekolah dan beberapa guru yang lain datang. Mungkin terganggu oleh kegaduhan di kelasku. Setelah tahu apa yang terjadi, aku dibawa ke kantor untuk diobati. Ada sedikit luka di hidungku.


Tidak berapa lama anak itu datang ke kantor menerobos kerumunan anak-anak yang lain bersama ibunya. "Lihat itu hidung masnya luka. Ayo minta maaf!" kata ibunya. Namun lama anak itu tidak juga menyodorkan tangannya. "Ayo minta maaf ...!" pinta ibunya kembali. Sambil muka cemberut anak itu menyodorkan tanganya. "Mana suaranya ....?" tanya ibunya. "Maaf ...!" kata anak itu kemudian. Akhirnya kamipun berjabat tangan.

"Untung hidungnya tidak putus." celetuk salah seorang guru. Mendengar itu semua kami pun tertawa bersama. Sejenak rasa sakit yang aku rasakan hilang. Kami akhirnya kembali ke kelas untuk melanjutkan pelajaran.




1 komentar:

Vidzas Erdien mengatakan...

Lumayan
Lumayaan
Lumayaaan

Semangat terus!!!

Posting Komentar